“L”KAWAN LAMA
Siang ini di kantin sekolah salah satu
SMA yang cukup bergengsi, seperti biasa aku melihat pemandangan yang tidak
begitu mengasikan, sekumpulan siswa badung tengah beraksi memalak seorang siswa
yang sering menjadi sasaran empuk itu. Roy, seorang siswa yang dari segi
penampilan sih tidak begitu cupu atau kampungan, tapi entah kenapa Roy selalu
menjadi sasaran empuk buat Ando, Danny, Wisnu, Gilang dan lainnya yang
tergabung di genk siswa begundal itu. Aku hanya bisa menatap dari ujung kantin
tidak bisa berbuat apa – apa, dengan badanku yang biasa aja malahan tergolong
kecil ini aku gak bisa jadi sok pahlawan nolongin Roy, bukannya tolongin Roy
nanti yang ada aku malah jadi sasaran mereka juga, aku hanya bisa membantu Roy
setelah dia terlepas dari para preman SMA itu dengan mentraktirnya beberapa
kali untuk makan siang, walau lebih sering dia menolak untuk aku traktir,
dengan begitu aku dan Roy menjadi cukup dekat.
***
8 tahun kemudian
***
Bulan ini mulai dari media cetak sampai
media masa, terutama dalam berita kriminal di penuhi dengan gambar sketsa wajah
seorang buronan yang sangat sulit di tangkap oleh kepolisian, buronan ini
bernama vicko, pria yang menjadi otak berbagai kejahatan besar, seperti
merampok bank, bersama komplotannya, Vicko merampok dengan cara menghipnotis
semua orang yang ada di bank tersebut sehingga sulit sekali untuk menangkapnya.
Sebenarnya Vicko sudah berkali-kali tertangkap, namun dengan keahliannya
menghipnotis dia selalu berhasil lolos sebelum dipenjara. Tak jarang Vicko
hanya melakukan kejahatan kepada seseorang yang dia temui, teknik hipnotis yang
terkenal darinya adalah menggunakan asap dari korek api kayu yang begitu apinya
padam sang korban langsung akan menuruti perintah Vicko. Menakjubkan dan tidak
masuk akal memang, tapi sudah banyak orang yang mengaku menjadi korban Vicko,
uniknya lagi Vicko selalu melakukan kejahatannya itu di tempat yang ramai.
***
Siang ini suhu di kotaku begitu
panas, walau tadi pagi begitu cerah dan sejuk sehingga aku dan Ani teman
kerjaku yang juga dia adalah teman SMAku dulu menyempatkan diri untuk
berolahraga di salah satu joging track di kota ini. Sudah lama kita menjadi
partner kerja yang kompak. Namun sudah hampir sepekan aku dan Ani di
istirahatkan karena telah mengungkap kasus pembunuhan berantai yang tersangkanya
adalah saudara dari sang gubernur, iya pekerjaanku dan Ani adalah pasukan
khusus sebuah badan intelegent rahasia dari kepolisian, bahasa kerennya Secret
Agent. Sepulang olahraga Ani mengajakku untuk melihat sebuah bangunan tua
berarsitektur Hindu peninggalan zaman kolonial penjajah dulu yang berada di
tengah kota namun harus sedikit masuk ke sebuah gang yang cukup sempit untuk
dilalui mobil. Taksi yang aku dan Ani naiki
melaju dengan kecepatan wajar menuju bangunan tua itu, sedikit kewalahan
sopir taksi itu mengendalikan mobilnya. Setelah kurang lebih 15 menit
perjalanan aku dan Ani sampai di tempat tujuan, memang pada dasarnya cewek itu
punya urat narsis jadi disana aku menjadi korban motoin Ani di tempat itu, setelah setengah jam aku melihat-lihat bangunan
ini, lebih tepatnya aku motoin Ani di
tempat ini kitapun memutuskan pulang, namun aku dan Ani baru sadar di daerah
sini tidak ada taksi lewat, hanya ada angkot, itupun harus jalan sedikit ke
depan komplek ini.
“Ni
kita naik angkot aja yah pulangnya?” kataku pada Ani.
“Iya, mau naik apa lagi” jawabnya
sambil memperhatikan gadget yang depagangnya memperhatikan foto-foto hasil
jepretanku tadi.
Setelah jalan sedikit kita sampai di
tempat pemberhentian angkot, tanganku sigap menyetop angkot, Ani? Dia masih
sibuk sengan gadget-nya itu sambil sesekali senyum sendiri seperti orang gila.
5 menit di dalam angkot keheningan terjadi, Ani yang masih sibuk dengan
gadgetnya hanya berbicara “Lucu gak?” sambil melihatkan fotonya dalam gadget
kepadaku. Di dalam angkot hanya ada 4 penumpang, aku, Ani, seorang ibu – ibu
dengan perhiasan sedikit mencolok di pojokan, dan seorang laki-laki umuran
sekitar 29 tahunan duduk di depan ibu-ibu itu sambil memainkan korek api kayu. Belum
lama angkot berjalan tak sengaja aku melihat si laki-laki itu menyalakan korek
api dan mematikan apinya sehingga asap mengepul di hadapan ibu – ibu itu dan
sontak ibu – ibu itu memberikan perhiasan gelangnya, aku langsung memperhatikan
jeli wajah laki-laki itu, aku sedikit terkejut setelah melihat jeli wajahnya
“Itu, itu Vicko si buronan ahli hipnotis itu!” Kataku dalam hati.
“Yang ini lucu gak?” kata Ani lagi
yang belum tahu kejadian apa yang aku lihat.
“Gak!” kataku sambil dengan sigap
menendang Vicko.
Ani sudah mengenali kejadian ini,
jika aku bertindak pasti ada masalah, tanpa pikir panjang Ani sigap membantuku
yang terus sibuk menendangi dada Vicko ini sampai tubuhnya sedikit lemas dan
dengan sigap aku mengambil tangannya dan memborgol tangannya, Ani pun tak kalah
sigap dengan segera dia menutup kepala Vicko dengan kain penutup kepala yang
biasa kami gunakan. Ibu – ibu hanya diam masih dipengaruhi efek hipnotis dari
Vicko, angkotpun berhenti si sopir terkejut dengan kejadian yang ada di angkotnya.
“Bawa angkot ini ke kantor polisi!”
teriakku kepada si sopir yang masih bengong. Si sopir manggut dan langsung
membawa angkotnya ke kantor polisi. Tidak lupa aku melapor pada kepolisian
kalau aku sedang menuju ke kantor polisi dengan membawa Vicko. Namun tiba -
tiba.
“Pak kok berhenti di tengah pasar
gini sih?” tanya Ani serada membentak sopir angkot.
“Nganu mbak ada yang…” belum selesai
sopir itu menyelesaikan kalimatnya, 4 orang berseragam polisi masuk kedalam
angkot mengambil Vicko.
“Biar kita yang membawanya pak” kata
salah satu orang polisi.
Aku hanya terdiam keheranan, bagai
mana bisa 4 polisi ini secepat ini tahu dalam angkot ini terdapat Vicko yang
hendak aku bawa menuju kantor polisi dan ingin memindahkannya, membawa Vicko
dengan mobil patroli. Tapi, tapi.
“Gilang? Lo Ando kan? Wisnu? Danny?”
4 orang yang tidak asing untukku, mereka siswa badung di SMA dulu. “Bagaimana
bisa begundal sekolah seperti mereka bisa menjadi polisi? Bukankah mereka juga
pernah tertangkap menggunakan narkoba 2 tahun yang lalu?” kataku dalam hati.
Tanpa basa – basi dan tidak menjawab
pertanyaanku yang mengenali mereka, mereka langsung membawa Vicko keluar dari
angkot, namun aku melihat kejanggalan berikutnya, tidak ada mobil patroli di
sekitar situ. Aku pun turun dari angkot mengikuti rombongan polisi itu, Ani
yang ingin mengikutiku, aku menolaknya.
“Bawa ibu itu ke kantor polisi
dengan angkot ini Ni” kataku kepada Ani. Dengan sigap Ani mengangguk mengikuti
perintaku.
Aku terus mengikuti 4 polisi yang
wajahnya aku kenali tadi, tidak lama aku mengikuti, 2 orang berseragam polisi
lagi datang mengganti membawa Vicko yang masih di borgol.
“Sebentar,
postur badan Vicko tidak seperti itu, yang mereka bawa itu bukan Vicko!” kataku
dalam hati, sontak aku melihat ke sekeliling dan aku melihat Vicko detemani
Ando dan Gilang sedang berjalan cepat
kearah berlawanan dengan rombongan yang aku ikuti ini.
“Sial,
mereka tau aku mengikutinya, akgh! Aku terkecoh!” sontak aku berlari mengejar
Vicko yang kini sudah tidak lagi di borgol dan tidak menggunakan tutup kepala
sehingga bisa leluasa berlari juga setelah mereka tau aku mengejarnya di tengah
keramaian.
“Maling!”
teriakku menunjuk Vicko, tujuanku supaya warga sekitar pasar itu membantu
menangkap Vicko, dan spontan warga pun menangkap Vicko, stategi kampunganku
berhasil juga, namun sayang, Ando dan Gilang berhasil lolos, setidaknya aku
tidak akan memberikan Vicko lagi ke sembarang orang walau itu bersegaram polisi.
Setelah
mendapatkan Vicko kembali dengan sigap aku mengikat tangannya dengan tambang
plastik yang aku dapat dari warga pasar, serta sedikit lakban hitam untuk
menutup mulutnya. Aku langsung membawa Vicko menuju kantor polisi, aku
memanggil temanku di kepolisian yang aku kenal untuk menjemputku di depan pasar
ini. Aku berjalan dengan penuh kewaspadaan membawa Vicko keluar dari pasar ini,
belum ada 1 menit aku berjalan tiba – tiba saja “Buk!!” sebuah balok kayu
menghantam punggungku, aku pun sontak langsung menendang orang yang memukulku,
yang sudah pasti komplotan Vicko juga, Vicko berlari menuju sebuah lorong di
pasar yang sepi, aku mengejarnya sambil menahan sakit di punggung, orang yang
memukulku itu juga mengejarku yang mengejar Vicko.
“Mau
kemana lagi Vicko? Itu jalan buntu!” kataku kepada Vicko yang terjebak di jalan
buntu.
Tiba
– tiba seseorang memukulku tadi dengan balok kayu, meninjuku dari belakang, aku
langsung membalas meninju dan membanting orang itu. Betapa terkejutnya aku
setelah melihat wajahnya. Seseorang yang tidak asing lagi untukku, wajah yang
begitu aku kenali.
“R…R…Roy?”
kataku heran sambil mundur 3 langkah. “Bagaimana bisa lo… sama Vicko?” tanyaku
lagi pada Roy.
“Gue
butuh uang” jawab Roy singkat sambil bangun.
“Tapi
gak gini Roy! Cara lo salah!” bentak gue ke Roy.
“Gue
gak peduli!” jawabnya lagi yang dilanjutkan berlari dan melakukan tendangan
dengan melompat yang tepat mendarat di kepalaku. Roy berhasil membawa pergi
Vicko, aku? Aku berhasil tergeletak sempurna selama 3 menit.
“Bro?
gak apa – apa lo?” tanya teman polisi ku yang aku hubungi untuk menjemputku
tadi. Aku sudah bisa berjalan walau sempoyongan setelah 3 menit tergeletak
akibat tendangan Roy tadi. Aku hanya diam dan masuk ke mobil temanku yang di
susul temanku masuk mobil juga dan segera dia membawaku ke kantor polisi.
“Lo
gak mau ganti baju dulu? Baju lo kotor gitu, muka lo juga kotor sih, gak mau
cuci muka dulu?” tanya temanku lagi membuka keheningan di mobil patroli itu,
aku hanya diam menggelengkan kepala. “Ani udah di kantor, ibu yang sama dia
tadi masih belum bisa dimintai keterangan, masih diem, masih dalam pengaruh
hipnotis Vicko kayanya” lanjut temanku.
“Tom,
semua anak buah Vicko yang gue temuin hari ini, teman SMA gue, salah satunya
teman yang cukup dekat dengan gue dulu” kataku yang ahirnya membuka percakapan.
“Hah?
Serius lo bro?” Jawabnya kaget sehingga mobil yang dikendarainya menjadi
sedikit oleng.
“Iya,
ini jejak sepatu teman dekat gue dulu nyeplak di muka kiri gue” kataku sambil
memperhatikan wajahku di spion mobil.
“Stempel
reunian yang bagus bro, hahaha” jawabnya ngasal mecoba menghiburku.
Aku
hanya senyum menimpali candaan temanku itu, tak lama kita sampai di kantor
polisi. Aku memasuki gedung yang sekilas terlihat tua ini, aku melihat Ani yang sedang duduk termenung
di ujung lorong ruangan ini, seketika dia terbangun dari duduknya
menghampiriku.
“Kamu
baik – baik aja kan?” tanyanya sambil memegang pipiku.
“Iya,
tapi sayang Vicko gagal aku bawa ke sini” jawabku pelan.
“Yang
penting kamu baik - baik aja, muka kamu kenapa ini?” tanya Ani lagi sambil
memegang bekas jiplakan sepatu Roy tadi.
“Stempel
reunian, istirahat di ruangan gue aja yuk bro” kata Tomi teman yang tadi
menjemputku di depan pasar.
“Iya,
Thanks yah Tom” jawabku pada Tomi sambil mengikutinya ke ruangan miliknya untuk
istirahat. “Ani kamu mau kemana?” tanyaku kepada Ani yang malah berjalan ke
depan kantor polisi.
“Ke
depan sebentar, beli tisu basah buat kamu” kata Ani sambil berjalan menuju
kedepan kantor ini.
“Sekalian
beliin aku minum Ni” kataku kepada Ani. Ani mengangguk.
Ruangan
Tomi cukup luas, namun Tomi harus berbagi dengan 4 rekan lainya di ruangan ini
juga, namun di ruangan ini terdapat sova yang cukup nyaman untuk istirahat. Setelah
Ani kembali ke ruangan ini dengan air mineral dan tisyu basah, aku menceritakan
kejadian tadi kepada Ani sambil membersihkan jejak sepatu Roy di wajahku
menggunakan tisu basah.
“Kamu
yakin semua yang kamu ceritain itu Fakta?” tanya Ani kepadaku heran.
“Iya,
yakin Ni” jawabku tak kalah heran.
“Kamu
yakin, semua yang kamu ceritain itu nyata?” tanya Ani lagi.
“Nyata?”
jawabku heran.
“Iya,
kamu yakin itu nyata Al? yakin ini nyata Al? Al? Al!” tanya Ani agak membentak.
“Iya,
ini…..” belum aku menyelesaikan
kalimatku itu aku terduduk melihat tembok biru dengan nafas tidak beraturan,
aku mengelap wajahku, aku melihat selimut dan aku terduduk diatas kasur. “Ini
tidak nyata” kataku pelan, aku mengusap mukaku lagi lalu bangun menuju kamar
mandi.