Hanoman Pecicilan

Hanoman Pecicilan

Kamis, 28 Februari 2013

Lima Menit



Jangan anggap remeh lima menit dalam hidup loe, karena 5 menit itu bisa mengubah hidup loe. Kata – kata Pandji Pragiwaksono yang gue dapatkan ketika MDB tour Bandung kembali terngiang di telinga setelah gue dengar lagi rekaman suaranya beliau yang gue dapatkan dari seorang teman spesial yang kemarin datang ke Serang. Kata - kata yang cukup bisa membangkitkan semangat, kata – kata yang memotifasi untuk tidak menyia - nyiakan waktu yang gue punya. Kata demi kata gue dengarkan dengan seksama, sederet cerita tentang kesuksesan beliau di acara “Kena Deh” yang mengubah drastis hidupnya hanya karna Talk pada siarannya yang berdurasi 5 menit saja. “coba kalau gue talk di radio 5 menit itu gue males – malesan, gak akan gue di denger, gak akan hidup gue berubah” itulah kira – kira yang dikatakan oleh Pandji Pragiwaksono.
            Gue kembali melihat pada diri, apa gue pernah mendapatkan momen yang sama? Iya gue pernah mendapatkannya juga, jawabannya adalah “Api Kecil Kompas Tv episode Stand Up Comedy”. Gue pernah mewujudkan mimpi kecil gue, walau hanya menjadi talent, tapi gue shoting bersama idola gue sendiri di Stand Up Comedy yaitu Ernest Prakasa. Witta salah satu crew Kompas TV menghubungi gue lewat twitter dan malam itu juga dia nelephon, dia ngajak shoting di Kompas TV, awalnya gue pengin menolaknya tapi ketika Witta menyebutkan nama Ernest Prakasa gue langsung setuju.
            Karena loe kerja dan loe aktif di Stand Up Comedy, itu jawabannya dulu ketika dia gue tanya kengapa menghubungi gue? Sebenarnya kan banyak orang yang bekerja dan aktif di Stand Up Comedy juga, kenapa harus gue? Ada banyak orang yang kerja dan bergelut di Stand Up Comedy di Jakarta, kenapa harus gue yang di Cilegon? Gak mungkin alasannya cuman itu, gak mungkin Witta nelepon gue dengan alasan itu doang, memang sebelumnya gue kenal Witta, tapi gue sama Witta baru ketemu 2x itupun gak lama dan gak pernah ngobrol intens. Kenapa gue? Tapi setelah ku pikir lagi, inilah jawabannya.
            Pertama kali gue Openmic di Bandung tepatnya di Bober CafĂ©, di sana gue di kasih waktu 5 Menit, gue menikmati panggung gue, walau diawal pecah namun di belakang garing tapi gue semaksimal mungkin menunjukan kemampuan gue, sampai di satu momen gue nge-rifing (istilah berinteraksi dengan penonton dalam Stand Up Comedy) salah satu cewek yang hadir, namanya Sarah, tanpa ragu gue rifing dia sampai turun stage dan menghampiri mejanya. Gue ngobrol dan membuat kelucuan dari kejadian itu, gue total rifing Sarah, dan tepat di depan Sarah duduklah Witta, Witta memperhatiakn acting gue ketika ngerifing Sarah. Mungkin inilah yang membuatnya Witta menghubungi gue, mungkin Witta ngeliat acting total gue yang gue layangkan untuk temannya Sarah. Coba kalau openmic gue waktu itu asal asalan, coba kalu gue waktu rifing Sarah asal – asalan, mana mau Witta nelepon gue!
                        Sekarang, sudah 3 minggu terakhir gue menjalankan apa yang gue palajari di atas, Openmic selalu semaksimal mungkin, gak bawa contekan seperti biasanya, menurut gue kalau bawa contekan itu akan membuat kita jadi malas mengingat, gue orangnya pikun makanya gue berusaha menjadi pengingat yang hebat. Gue gak mau membiasakan diri gue ketika lupa materi gue baca, gue lebih baik ngeles dan ngebom dari pada harus membaca, setidaknya gue udah maksimal menampilkan penampilan gue, gue sempat di kecewakan oleh 2 teman gue, Idham dan Hadi, entah karena apa ketika Absurd Tour Serang mereka membawa buku contekan ke Atas stage, bahkan mereka membacanya, sebenarnya untuk Show sebesar itu dengan melakukan tindakan melihat “contekan” membuktikan bahwa mereka belum siap dan belum layak tampil, menurut gue mereka merendahkan diri mereka dengan tindakannya. Sebenarnya gue percaya mereka tanpa buku pun mereka akan lancar lancar saja, terutama Hadi! Mereka sudah terbiasa Openmic seharusnya mereka hapal materi – materi mereka, harusnya mereka memaksimalkan 5 Menit openmic untuk ajang latihan mengingat, bukan latihan membaca, gue yakin mereka bisa.
            Sekarang gue memiliki keinginan menjadi Opener Ge Pamungkas di Serang, apa yang harus gue lakukan? Berusaha lebih giat di banding orang lain, dan memaksimalkan waktu gue walau itu hanya 5 Menit!

Rabu, 20 Februari 2013

Boneka Nayla



Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna. Nyanyian dari mulut kecil Nayla terdengar sangat pelan, hanya dia dan beberapa boneka di kamarnya saja yang mungkin bisa mendengar nyanyian itu. Nayla tinggal bersama kedua orangtuanya di sebuah pedesaan di Jawa Barat, untuk Nayla anak perempuan usia 6 tahun memang sedang senang-senangnya bermain boneka, boneka favoritnya di beri nama Dewi, boneka kusam berbentuk anak kecil perempuan yang sudah ia miliki sejak umur 3 tahun, walau kedua orangtuanya sudah memberikan boneka baru yang tidak sedikit, Dewi tetap menjadi favorit Nayla.

            Sebuah mitos yang sangat di percayai di desa yang Nayla tempati cukup mengherankan, jika ada kerabat atau tetangga yang meninggal di desa tersebut maka semua ornamen berbentuk manusia entah itu patung, wayang, termasuk boneka akan di kunci dalam lemari selama 40 hari, masyarakat sekitar percaya selama 40 hari arwah dari orang yang meninggal belum sepenuhnya pergi dari dunia, sehingga arwah itu bisa memasuki ornamen-ornamen berbentuk manusia dan akan terjebak di dalamnya. Walaupun orangtua Nayla berpendidikan dan tidak percaya akan mitos tersebut mereka selalu melakukannya hanya untuk menghargai kepercayaan masyarakat sekitar, maka tak jarang anak perempuan di sana jarang sekali memiliki boneka berbentuk manusia, kebanyakan boneka berbentuk hewan, sama seperti sebagian banyak yang dimiliki Nayla.

            Kuabdi di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” Nayla melanjutkan nyanyiannya masih dengan suara pelan.

            “Neng Nayla belum bobo?” tanya seorang wanita paruh baya tiba-tiba mengejutkan Nayla dari balik pintu kamarnya. “udah malem Neng, bobo atuh Neng”.

            “Belum mah, da Nengnya belum ngantuk” jawab Nayla polos kepada sosok wanita paruhbaya tadi yang Nayla panggil Mamah.

            “Udah malem, besok lagi main bonekanya, kasian tuh Dewinya udah ngantuk” ucap mamah Nayla sambil duduk di samping Nayla sembari membelai rabut panjang Nayla yang berwarna hitam pekat.

            “Yaudah atuh Neng bobo” jawab Nayla kecewa karna harus menuruti kata mamahnya.

            “Sok atuh, Nayla sayang selamat bobo, jangan lupa doa sebelum bobo yah Neng” menarik selimut untuk Nayla yang mulai berbaring di kasur kamarnya “Mamah sayang Neng Nayla” lalu mengecup kening mungil Nayla.

            “Nayla juga sayang mamah” lalu mengecup bibir mamahnya dengan lembut.

            Sambil tersenyum mamah Nayla berdiri dari kasur Nayla, Mengambil Dewi si boneka kusam dan menyimpannya di rak Boneka berderetan dengan boneka milik Nayla yang lainnya, mematikan lampu dan menutup pintu kamar Nayla secara perlahan.

-----

            Inalillahi. Rina meninggal. Rina tetangga samping rumah Nayla yang tidak lain teman sebaya Nayla, temannya bermain boneka saat Rina mengunjungi rumah Nayla, Rina meninggal karena sakit yang ia derita sejak lahir. Kabar buruk di pagi hari itu membuat sibuk masyarakat desa itu, bukan hanya tetangga yang membatu mempersiapkan pemakaman Rina, melainkan tetangga jauh yang mulai melakukan aktifitas menyimpan ornamen-ornamen berbentuk manusia di rumah mereka masing-masing.

            Ayah Nayla mulai sibuk membantu semua keperluan tetangganya bersama tetangga lainnya, sangat kebetulan ayah Nayla sedang libur dari kerjanya. Nayla yang sejak tadi di gendong oleh mamahnya masih mengenakan pijama yang ia pakai tidur semalam mulai bertanya polos.

            “Mah, Rina udah gak bisa main sama Neng lagi yah?” mengawali percakapan Nayla dengan mamahnya.

            “Mungkin nanti bisa, tapi gak sekarng Neng butuh waktu yang lama, Neng sedih yah?” jawab mamahnya yang langsung memeluk Nayla yang sedari tadi masih di pangkuannya. Nayla hanya mengangguk kecil dan mulai menangis pelan di pelukan mamahnya, Nayla bukan hanya menangisi kepergian teman mainnya, Rina, tetapi Nayla juga tahu ia harus menunda bermain dengan Dewi boneka kusam miliknya selama 40 hari kedepan. Nayla adalah anak yang cukup pintar, walau usia baru 6 tahun dia mengerti mitos yang dipercayai masyarakat sekitar, dan Nayla telah melakukannya beberapa kali, ia harus berpisah dengan Dewi boneka kusam favoritnya, dan harus bermain dengan boneka hewannya saja.

---

            3 hari kemudian, Nayla yang sedang asik bermain dengan bonekanya, tentu bukan Dewi si Boneka kusam itu, malainkan boneka berbentuk kuda dan onta hadiah dari pamannya dulu sepulang dari Timur Tengah. Nayla tidak akan lama-lama bermain boneka hewannya, iya tidak selama ketika ia bermain dengan Dewi. Nayla bangun dari duduknya menuju dapur meninggalkan bonekanya berserakan didepan TV yang masih menyala menyetel film-film kartun.
           
            “Mah, mamah masak apa Neng udah laper” teriakan dari mulut kecil Nayla sambil berlari menuju mamahnya yang sedang masak di dapur.
           
            “Aduh, Nengnya mamah  udah laper yah? Kasian” jawab mamah Nayla sembari menggendong Nayla yang sudah ada di depannya lalu menciumi pipi juga bibir mungil Nayla.
           
            “Mamah masak apa sih? Udah mateng belum?” Nayla mengulang pertanyaan yang belum di jawab oleh mamahnya.

            “Mamah masak sop ayam, kesukaan Neng” jawab mamahnya lagi dengan senyum lalu menurunkan Nayla yang di gendongnya ke kursi meja makan.

            “Mah, Neng mau main sama Dewi” lontar polos Nayla. Namun mamahnya hanya senyum tak berarti lalu melanjutkan masak sop ayam yang hampir matang tersebut. Mamah Nayla memang tidak percaya mitos tersebut, namun untuk keperluan sosial di masyarakat ia harus mematuhi segala mitos yang tidak masuk akal tersebut.

            2 Minggu berlalu, Nayla hanya menghabiskan waktunya dengan menonton kartun di TV dibanding bermain dengan boneka boneka binatangnya. Ayah Nayla yang melihat perubahan itu hawatir akan kesehatan mata anaknya, ayah Nayla takut mata anaknya menjadi rusak sejak dini karena Nayla hanya menonton kartun dari pagi hingga malam akhir-akhir ini.

            “Mah, ayah hawatir kalau Nayla cuman Nonton TV terus, ayah takut mata Nayla rusak” ayah Nayla membuka percakapan sebelum tidur di kamar dengan mamah Nayla.

            “Habis, Nayla gak mau main sama boneka binatangnya pah, Nayla hanya mau main dengan Dewi, boneka yang berbentuk manusia” jawab mamah Nayla.

            “Memang Nayla tidak ingin bermain keluar rumah dengan teman-temannya mah?” tanya ayah Nayla melanjutkan percakapan.

            “Sejak Rina gak ada, Nayla sudah tidak punya teman main lagi yah, tetangga kita sekarang kan umurnya di atas Nayla semua, dan semua tetangga kita anaknya laki-laki , aku gak mau Nayla jadi seperti anak laki-laki” jawab mamah Nayla mencoba menerangkan sedetail mungkin pertanyaan suaminya tadi.

            “Yasudah kita berikan saja Dewi si boneka buluk kesayangannya itu” jawab ayah Nayla dengan mudah tanpa meperdulikan mitos yang beredar di masyarakat.

            “Tapi yah, mitos di maysarakat pedesaan kita kan…” jawab mamah Nayla sedikit terkejut dengan pernyataan suaminya tadi.

            “Itu cuman mitos mah, mitos yang konyol dan gak masuk akal, kita ini berpendidikan mah, masa masih percaya sama mitos?” jawab ayah Nayla memotong, meyakinkan istrinya jika mitos itu hanyalah bohongan.

            “Mamah juga tidak percaya, itu terlalu konyol, tapi apa kata masyarakat sekitar kalau mereka tahu kita melanggar mitos itu” mamah Nayla menolak keinginan melanggar mitos desa tersebut.

----

            Tanpa sepengetahuan mamah Nayla, ayah Nayla mengambil Dewi yang terkunci di lemari lalu menyimpannya di samping Nayla yang masih terlelap di pagi hari sebelum ayah Nayla berangkat kerja.

            Ketika Nayla terbangun dari tidurnya dia hanya terdiam karena terkejut melihat Dewi si boneka kusamnya berada di hadapannya kini. Nayla senang bukan kepalang, segera ia ambil bonekanya lalu mengajaknya bermain. Seperti biasanya Nayla selalu menyanyikan lagu Boneka Abdi, nyanyian anak-anak tradisional sunda itu terlantun pelan dari mulut mungil Nayla.

            “Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna” Nayla menyanyi sambil menggerakan Dewi Boneka kusamnya itu. Mamahnya Nayla kaget bukan kepalang ketika melihat Nayla, malaikat kecilnya sedang tengah asik bermain dengan boneka berbentuk manusia itu, namun melihat raut wajah Nayla yang begitu ceria dan selama masyarakat tidak tahu kalau mereka mengingkari mitos tersebut apa boleh buat.

            “Ku abdi di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tinggali boneka abdi” lanjut Nayla yang tidak sadar sedang di perhatikan oleh mamahnya di balik pintu kamar. Beberapa hari berlalu orangtua Nayla tidak menyadari perubahan yang ada pada diri buah hati mereka Nayla.

            Awalnya ayah Nayla nampak senang, sudah seminggu yang lalu Nayla sudah tidak seharian menonton TV lagi, bahkan hampir tidak pernah menyentuh TV lagi. Nayla mungil hampir seharian asik bermain dengan Dewi si Boneka kusamnya, di balik kesenangan Nayla mereka melupakan sesuatu yang penting, walau Nayla kini terlihat senang sekali mereka lupa bahwa mereka telah melanggar mitos yang berada di masyarakat. Mitos memang hanya mitos belaka, belum terbukti kebenarannya, namun yang mereka tidak tahu, mitos terkadang diangkat dari kisah nyata di suatu tempat dan wilayah dimana mitos itu berkembang. Nayla memang sudah tidak lagi menonton TV seharian, yang orang tua Nayla tidak sadari adalah Nayla bermain dengan Dewi bermain seharian, bahkan dari pagi hingga bertemu pagi lagi.

----

            Sebulan berlalu. Semua telah kembali normal di masyarakat, ornamen-ornamen berbentuk manusia sudah mulai lagi menghiasi rumah warga, semua kembali normal seperti 1 bulan lebih yang lalu, kecuali Nayla.

            “Neng Nayla, kok belum bobo? Udah malem Neng” Suara yang mengejutkan itu cukup membuat Nayla terkejut, mamah Nayla mulai mendekati Nayla masuk ke kamar Nayla.

            “Neng gak ngantuk mah” jawab Nayla singkat.

            “Udah malem Neng, besok lagi main bonekanya, kasian itu Dewinya udah ngantuk” bjuk mamahnya untuk melelapkan putrinya untuk tidur.

            “Ini sekarang bukan Dewi mah, ini Rina” jawab Nayla polos apa adanya. Mendengar nama Rina yang Nayla ucap mengejutkan mamanya.

            “Neng bobo yah, udah malem” bujuk mamah Nayla mengalihkan pembicaraan yang cukup membuat buku kuduknya merinding itu.

            “Iya mah, Neng bobo” jawab kecewa Nayla seperti biasanya.

            “Selamat malam Neng, Jangan lupa berdoa sebelum bobo, mamah sayang Neng” kecupan  manis mendarat di kening mungil Nayla.
           
“Neng juga sayang mamah” kecupan manis pun mendarat di bibir wanita paruh baya itu. Mamah Nayla pun beranjak dari kamar Nayla tidak lupa menyimpan Boneka yang seharian menemani Nayla tersebut di atas rak yang cukup tinggi dan tak bisa di gapai oleh Nayla.

----

Ayah Nayla malam ini lembur, pulang larut malam sekali, sudah lama ia tidak lembur seperti saat ini. Pukul 01.00 pun tiba, saatnya ayah Nayla pulang, tidak perlu waktu yang lama untuk mencapai rumah menggunakan motor, setengah jam pun sampai karena jalanan malam hari begitu langgang. Ayah Nayla sudah memasuki pedesaan yang menjadi tempat tinggalnya, sapa ramah warga yang sedang berjaga malam pun memecah kesunyian malam saat itu, namun sesampainya di rumah, betapa terkejutnya ayah Nayla ketika membuka pintu rumahnya ia melihat sesosok anak kecil perempuan di dekat TV duduk sambil bermain Boneka.

“Neng Nayla? Kok Neng belum bobo? Mamah mana?” tanya ayahnya yang baru saja tiba di rumah. Nayla tak menjawab sepatah katapun, tatapannya pun hanya fokus kepada Boneka lusuh yang dia pegangi terus. Ayah Nayla sesegera mengunci pintu kembali lalu masuk ke kamar untuk menemui istrinya.

“Mah, bangun mah” sembari menepuk nepuk badan istrinya yang mulai membuka mata perlahan “Mah gimana sih? Nayla kok jam segini belum tidur?” tanya ayah Nayla sedikit lantang pada istrinya.

“Nayla? Udah kok, tadi aku yang nyuruh dia tidur” jawab mamah Nayla sambil mengucek matanya.
“Engga mah, Nayla masih main boneka di ruang TV” ucap ayah Nayla masih lantang.

“Boneka? Dewi? Semua boneka udah aku simpan di rak boneka, gak mungkin Nayla nyampe  untuk mengambilnya yah!” jawab mamah Nayla terheran.

“hihihi” suara tawa kecil Nayla terdengar mensunyikan keributan. Orangtua Nayla pun memutuskan untuk kembali menyuruh buah hatinya kembali terlelap.

Ketika mereka membuka pintu secara perlahan, tiba tiba mereka terkejut melihat Nayla menari, iya Nayla menari bersama boneka tersebut, boneka tersebut menari, boneka tersebut hidup, iya hidup. Tanpa ada aba-aba mamah Nayla seketika pingsan melihat kejadian tersebut, ayah Nayla yang Panik hanya mampu berusaha menyadarkan istrinya yang pingsan dengan cara seadanya.

Mentari sudah cukup tinggi, orangtua Nayla masih termenung tidak percaya dengan kejadian semalam, Mamah Nayla yang telah sadar dari pingsannya hanya bisa menangis seadanya, ayah Nayla yang izin tidak bekerja untuk hari ini hanya bisa terduduk menatap istrinya yang terus meneteskan airmata, Nayla? Dia masih tengah asik bermain dengan Bonekanya yang sekarang bernama Rina. Seakan kehabisan akal, dengan sigap orang tua Nayla membawa Nayla dengan boneka kusamnya ke orang yang dipercaya dapat mengatasi masalah tersebut. Kiayi di desa tersebut menjadi tujuan satu-satunya, setelah sampai di rumah sang Kiayi ayah Nayla menceritakan semua kejadian yang telak mereka lakukan, sang Kiayi pun menjawab semuanya dengan panjang lebar.

“Mitos memang terkadang konyol dan tidak masuk akal, namun jika itu di langgar pun akibatnya bisa fatal, sebenarnya Nayla tidak akan seperti ini jika kalian tidak melanggar mitos yang ada di desa ini. Yang merasuki boneka milik Nayla tidak lain adalah Rina, tetangga kalian yang meninggal, Rina hanya kesepian dan butuh teman main, namun ketika waktunya dia pulang dan menghilang dari bumi, Rina menolaknya karena di sini dia memiliki teman main yaitu Nayla, Rina terlalu takut jika ia meninggalkan dunia ia tidak akan memiliki teman seperti Nayla, tidak akan ada yang mengajaknya bermain lagi. Satu-satunya orang yang dapat membuat Rina meninggalkan dunia ini dengan tenang hanyalah orangtua Rina. Namun sepertinya itu harus kita lakukan malam hari dan Nayla harus bernyanyi” sang Kiayi menerangkan pajang dengan detail.

“Bernyanyi?” tanya ayah Nayla heran.

“Iya, Nayla sering menyanyikan lagu sunda yang menurut kepercayaan juga lagu itu adalah lagu pemanggil mahluk halus anak anak di sekitar”. Jelas sang Kiayi lagi.

----

            Waktu menunjukan pukul 11.14 Malam, tangisan tersedu sedu terdengar dari wanita paruhbaya yang tinggal di samping rumah Nayla. Ibu dari Rina memeluk Nayla erat, penuh kasih sayang bagaikan memeluk Rina, di tangan Nayla masih menggenggam erat boneka lusuhnya di tangan kirinya. Orang tua Nayla yang sudah menceritakan semua kejadian yang mereka alami yang ada hubungannya dengan Rina anak mereka, dan seketika tanpa ada aba-aba

            Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna, kuabdi di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” sempurna sudah Nayla menyanyikan lagu itu sangat pelan, sesempurna Boneka kusamnya menari d hadapan kedua orangtua Nayla dan Rina “Rina” teriak Nayla girang ketika melihat bonekanya menari.
           
            “Ri… Ri… Ri… na… Rina” kata wanita paruhbaya terpatah patah. “Nak, tenanglah kamu di alammu, sekarang bukan di sini tempatmu, janganlah kamu takut tidak memiliki teman di sana, doa doa ibu akan menemani selalu, ibu akan mengunjungi makammu setiap minggunya, Nak, ibu sayang Rina” tetesan air mata yang membasahi pipi menyempurnakan kata kata yang tersusun rapi itu. Namun boneka milik Nayla terus menari tak perdulikan perkataan wanita paruhbaya tadi.

            “Rina! dengarkan apa kata ibu mu!” teriak Nayla menghentikan tarian boneka tersebut. “Aku tidak akan bermain lagi denganmu jika kau tidak mendengarkan apa kata ibumu” entah Nayla belajar dari mana melontarkan kata kata dewasa itu, yang jelas Nayla adalah anak yang pintar meski usianya baru 6 tahun.

            “Nak, jangan pernah merasa kesepian, ibu akan selalu mengunjungimu setiap minggu di makammu, doa – doa ibu pun akan menemanimu, maka jangan kamu merasa kesepian Rina” kata – kata lembut itu terlontar lagi.

            “Rina, aku akan ikut mengunjungimu nanti dan kamu masih bisa berbain dengan ku walau kau turuti keinginan ibumu” jawab Nayla kecil yang begitu dewasa, dan seketika boneka yang sejak tadi berdiri memperhatikan Nayla jatus secara tiba-tiba, sekelebat cahaya terang tiba tiba menyilaukan ruangan, seketika semua kembali Normal.

----

            Keluarga Rina menapati janjinya, setiap minggu sekali mereka mengunjungi makam Rina, begitu juga Nayla, Nayla pun menepati janjinya mengunjungi makan Rina bersama keluarga Rina, dan menepati janji untuk tetap bisa bermain bersama.

            Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna, kuabdi di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” nyanyian Nayla kecil di kamarnya dan langsung di sambut dengan tarian boneka kusam favoritnya itu “Rina…” bisik pelan Nayla sambil tersenyum.

            Kesepian bukanlah akhir segalanya, masih ada makna di balik kesepian, masih ada hal yang akan menemanimu dalam kesepian, maka jika kau merasakan kesepian bernyanyilah “Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna, kuabdi di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” dan tunggu bonekamu menari.

-------- end ---------