Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka,
teu kinteun saena sareng lucuna. Nyanyian dari mulut kecil Nayla terdengar sangat pelan,
hanya dia dan beberapa boneka di kamarnya saja yang mungkin bisa mendengar
nyanyian itu. Nayla tinggal bersama kedua orangtuanya di sebuah pedesaan di
Jawa Barat, untuk Nayla anak perempuan usia 6 tahun memang sedang senang-senangnya
bermain boneka, boneka favoritnya di beri nama Dewi, boneka kusam berbentuk
anak kecil perempuan yang sudah ia miliki sejak umur 3 tahun, walau kedua
orangtuanya sudah memberikan boneka baru yang tidak sedikit, Dewi tetap menjadi
favorit Nayla.
Sebuah mitos yang sangat di percayai
di desa yang Nayla tempati cukup mengherankan, jika ada kerabat atau tetangga
yang meninggal di desa tersebut maka semua ornamen berbentuk manusia entah itu
patung, wayang, termasuk boneka akan di kunci dalam lemari selama 40 hari,
masyarakat sekitar percaya selama 40 hari arwah dari orang yang meninggal belum
sepenuhnya pergi dari dunia, sehingga arwah itu bisa memasuki ornamen-ornamen
berbentuk manusia dan akan terjebak di dalamnya. Walaupun orangtua Nayla
berpendidikan dan tidak percaya akan mitos tersebut mereka selalu melakukannya
hanya untuk menghargai kepercayaan masyarakat sekitar, maka tak jarang anak
perempuan di sana jarang sekali memiliki boneka berbentuk manusia, kebanyakan
boneka berbentuk hewan, sama seperti sebagian banyak yang dimiliki Nayla.
“Kuabdi
di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” Nayla melanjutkan
nyanyiannya masih dengan suara pelan.
“Neng Nayla belum bobo?” tanya
seorang wanita paruh baya tiba-tiba mengejutkan Nayla dari balik pintu
kamarnya. “udah malem Neng, bobo atuh Neng”.
“Belum mah, da Nengnya belum
ngantuk” jawab Nayla polos kepada sosok wanita paruhbaya tadi yang Nayla
panggil Mamah.
“Udah malem, besok lagi main
bonekanya, kasian tuh Dewinya udah ngantuk” ucap mamah Nayla sambil duduk di
samping Nayla sembari membelai rabut panjang Nayla yang berwarna hitam pekat.
“Yaudah atuh Neng bobo” jawab Nayla
kecewa karna harus menuruti kata mamahnya.
“Sok atuh, Nayla sayang selamat
bobo, jangan lupa doa sebelum bobo yah Neng” menarik selimut untuk Nayla yang
mulai berbaring di kasur kamarnya “Mamah sayang Neng Nayla” lalu mengecup
kening mungil Nayla.
“Nayla juga sayang mamah” lalu
mengecup bibir mamahnya dengan lembut.
Sambil tersenyum mamah Nayla berdiri
dari kasur Nayla, Mengambil Dewi si boneka kusam dan menyimpannya di rak Boneka
berderetan dengan boneka milik Nayla yang lainnya, mematikan lampu dan menutup
pintu kamar Nayla secara perlahan.
-----
Inalillahi. Rina meninggal. Rina
tetangga samping rumah Nayla yang tidak lain teman sebaya Nayla, temannya
bermain boneka saat Rina mengunjungi rumah Nayla, Rina meninggal karena sakit
yang ia derita sejak lahir. Kabar buruk di pagi hari itu membuat sibuk
masyarakat desa itu, bukan hanya tetangga yang membatu mempersiapkan pemakaman
Rina, melainkan tetangga jauh yang mulai melakukan aktifitas menyimpan
ornamen-ornamen berbentuk manusia di rumah mereka masing-masing.
Ayah Nayla mulai sibuk membantu
semua keperluan tetangganya bersama tetangga lainnya, sangat kebetulan ayah
Nayla sedang libur dari kerjanya. Nayla yang sejak tadi di gendong oleh
mamahnya masih mengenakan pijama yang ia pakai tidur semalam mulai bertanya
polos.
“Mah, Rina udah gak bisa main sama
Neng lagi yah?” mengawali percakapan Nayla dengan mamahnya.
“Mungkin nanti bisa, tapi gak sekarng
Neng butuh waktu yang lama, Neng sedih yah?” jawab mamahnya yang langsung
memeluk Nayla yang sedari tadi masih di pangkuannya. Nayla hanya mengangguk
kecil dan mulai menangis pelan di pelukan mamahnya, Nayla bukan hanya menangisi
kepergian teman mainnya, Rina, tetapi Nayla juga tahu ia harus menunda bermain
dengan Dewi boneka kusam miliknya selama 40 hari kedepan. Nayla adalah anak
yang cukup pintar, walau usia baru 6 tahun dia mengerti mitos yang dipercayai
masyarakat sekitar, dan Nayla telah melakukannya beberapa kali, ia harus berpisah
dengan Dewi boneka kusam favoritnya, dan harus bermain dengan boneka hewannya
saja.
---
3 hari kemudian, Nayla yang sedang
asik bermain dengan bonekanya, tentu bukan Dewi si Boneka kusam itu, malainkan
boneka berbentuk kuda dan onta hadiah dari pamannya dulu sepulang dari Timur
Tengah. Nayla tidak akan lama-lama bermain boneka hewannya, iya tidak selama
ketika ia bermain dengan Dewi. Nayla bangun dari duduknya menuju dapur
meninggalkan bonekanya berserakan didepan TV yang masih menyala menyetel film-film
kartun.
“Mah, mamah masak apa Neng udah
laper” teriakan dari mulut kecil Nayla sambil berlari menuju mamahnya yang
sedang masak di dapur.
“Aduh, Nengnya mamah udah laper yah? Kasian” jawab mamah Nayla
sembari menggendong Nayla yang sudah ada di depannya lalu menciumi pipi juga
bibir mungil Nayla.
“Mamah masak apa sih? Udah mateng
belum?” Nayla mengulang pertanyaan yang belum di jawab oleh mamahnya.
“Mamah masak sop ayam, kesukaan
Neng” jawab mamahnya lagi dengan senyum lalu menurunkan Nayla yang di
gendongnya ke kursi meja makan.
“Mah, Neng mau main sama Dewi”
lontar polos Nayla. Namun mamahnya hanya senyum tak berarti lalu melanjutkan
masak sop ayam yang hampir matang tersebut. Mamah Nayla memang tidak percaya
mitos tersebut, namun untuk keperluan sosial di masyarakat ia harus mematuhi
segala mitos yang tidak masuk akal tersebut.
2 Minggu berlalu, Nayla hanya
menghabiskan waktunya dengan menonton kartun di TV dibanding bermain dengan
boneka boneka binatangnya. Ayah Nayla yang melihat perubahan itu hawatir akan
kesehatan mata anaknya, ayah Nayla takut mata anaknya menjadi rusak sejak dini
karena Nayla hanya menonton kartun dari pagi hingga malam akhir-akhir ini.
“Mah, ayah hawatir kalau Nayla cuman
Nonton TV terus, ayah takut mata Nayla rusak” ayah Nayla membuka percakapan
sebelum tidur di kamar dengan mamah Nayla.
“Habis, Nayla gak mau main sama
boneka binatangnya pah, Nayla hanya mau main dengan Dewi, boneka yang berbentuk
manusia” jawab mamah Nayla.
“Memang Nayla tidak ingin bermain
keluar rumah dengan teman-temannya mah?” tanya ayah Nayla melanjutkan
percakapan.
“Sejak Rina gak ada, Nayla sudah
tidak punya teman main lagi yah, tetangga kita sekarang kan umurnya di atas
Nayla semua, dan semua tetangga kita anaknya laki-laki , aku gak mau Nayla jadi
seperti anak laki-laki” jawab mamah Nayla mencoba menerangkan sedetail mungkin
pertanyaan suaminya tadi.
“Yasudah kita berikan saja Dewi si
boneka buluk kesayangannya itu” jawab ayah Nayla dengan mudah tanpa
meperdulikan mitos yang beredar di masyarakat.
“Tapi yah, mitos di maysarakat
pedesaan kita kan…” jawab mamah Nayla sedikit terkejut dengan pernyataan
suaminya tadi.
“Itu cuman mitos mah, mitos yang
konyol dan gak masuk akal, kita ini berpendidikan mah, masa masih percaya sama
mitos?” jawab ayah Nayla memotong, meyakinkan istrinya jika mitos itu hanyalah
bohongan.
“Mamah juga tidak percaya, itu
terlalu konyol, tapi apa kata masyarakat sekitar kalau mereka tahu kita
melanggar mitos itu” mamah Nayla menolak keinginan melanggar mitos desa
tersebut.
----
Tanpa sepengetahuan mamah Nayla,
ayah Nayla mengambil Dewi yang terkunci di lemari lalu menyimpannya di samping
Nayla yang masih terlelap di pagi hari sebelum ayah Nayla berangkat kerja.
Ketika Nayla terbangun dari tidurnya
dia hanya terdiam karena terkejut melihat Dewi si boneka kusamnya berada di
hadapannya kini. Nayla senang bukan kepalang, segera ia ambil bonekanya lalu
mengajaknya bermain. Seperti biasanya Nayla selalu menyanyikan lagu Boneka
Abdi, nyanyian anak-anak tradisional sunda itu terlantun pelan dari mulut
mungil Nayla.
“Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka,
teu kinteun saena sareng lucuna” Nayla menyanyi sambil menggerakan Dewi Boneka
kusamnya itu. Mamahnya Nayla kaget bukan kepalang ketika melihat Nayla,
malaikat kecilnya sedang tengah asik bermain dengan boneka berbentuk manusia
itu, namun melihat raut wajah Nayla yang begitu ceria dan selama masyarakat
tidak tahu kalau mereka mengingkari mitos tersebut apa boleh buat.
“Ku abdi di erokan, erokna sae
pisan, cing mangga tinggali boneka abdi” lanjut Nayla yang tidak sadar sedang
di perhatikan oleh mamahnya di balik pintu kamar. Beberapa hari berlalu
orangtua Nayla tidak menyadari perubahan yang ada pada diri buah hati mereka
Nayla.
Awalnya ayah Nayla nampak senang,
sudah seminggu yang lalu Nayla sudah tidak seharian menonton TV lagi, bahkan
hampir tidak pernah menyentuh TV lagi. Nayla mungil hampir seharian asik
bermain dengan Dewi si Boneka kusamnya, di balik kesenangan Nayla mereka
melupakan sesuatu yang penting, walau Nayla kini terlihat senang sekali mereka
lupa bahwa mereka telah melanggar mitos yang berada di masyarakat. Mitos memang
hanya mitos belaka, belum terbukti kebenarannya, namun yang mereka tidak tahu,
mitos terkadang diangkat dari kisah nyata di suatu tempat dan wilayah dimana
mitos itu berkembang. Nayla memang sudah tidak lagi menonton TV seharian, yang
orang tua Nayla tidak sadari adalah Nayla bermain dengan Dewi bermain seharian,
bahkan dari pagi hingga bertemu pagi lagi.
----
Sebulan berlalu. Semua telah kembali normal di
masyarakat, ornamen-ornamen berbentuk manusia sudah mulai lagi menghiasi rumah
warga, semua kembali normal seperti 1 bulan lebih yang lalu, kecuali Nayla.
“Neng Nayla, kok belum bobo? Udah malem
Neng” Suara yang mengejutkan itu cukup membuat Nayla terkejut, mamah Nayla
mulai mendekati Nayla masuk ke kamar Nayla.
“Neng gak ngantuk mah” jawab Nayla
singkat.
“Udah malem Neng, besok lagi main
bonekanya, kasian itu Dewinya udah ngantuk” bjuk mamahnya untuk melelapkan
putrinya untuk tidur.
“Ini sekarang bukan Dewi mah, ini
Rina” jawab Nayla polos apa adanya. Mendengar nama Rina yang Nayla ucap
mengejutkan mamanya.
“Neng bobo yah, udah malem” bujuk
mamah Nayla mengalihkan pembicaraan yang cukup membuat buku kuduknya merinding
itu.
“Iya mah, Neng bobo” jawab kecewa
Nayla seperti biasanya.
“Selamat malam Neng, Jangan lupa
berdoa sebelum bobo, mamah sayang Neng” kecupan manis mendarat di kening mungil Nayla.
“Neng juga sayang mamah” kecupan manis pun mendarat di bibir
wanita paruh baya itu. Mamah Nayla pun beranjak dari kamar Nayla tidak lupa
menyimpan Boneka yang seharian menemani Nayla tersebut di atas rak yang cukup
tinggi dan tak bisa di gapai oleh Nayla.
----
Ayah Nayla malam ini lembur, pulang larut malam sekali, sudah
lama ia tidak lembur seperti saat ini. Pukul 01.00 pun tiba, saatnya ayah Nayla
pulang, tidak perlu waktu yang lama untuk mencapai rumah menggunakan motor,
setengah jam pun sampai karena jalanan malam hari begitu langgang. Ayah Nayla
sudah memasuki pedesaan yang menjadi tempat tinggalnya, sapa ramah warga yang
sedang berjaga malam pun memecah kesunyian malam saat itu, namun sesampainya di
rumah, betapa terkejutnya ayah Nayla ketika membuka pintu rumahnya ia melihat
sesosok anak kecil perempuan di dekat TV duduk sambil bermain Boneka.
“Neng Nayla? Kok Neng belum bobo? Mamah mana?” tanya ayahnya
yang baru saja tiba di rumah. Nayla tak menjawab sepatah katapun, tatapannya
pun hanya fokus kepada Boneka lusuh yang dia pegangi terus. Ayah Nayla sesegera
mengunci pintu kembali lalu masuk ke kamar untuk menemui istrinya.
“Mah, bangun mah” sembari menepuk nepuk badan istrinya yang
mulai membuka mata perlahan “Mah gimana sih? Nayla kok jam segini belum tidur?”
tanya ayah Nayla sedikit lantang pada istrinya.
“Nayla? Udah kok, tadi aku yang nyuruh dia tidur” jawab mamah
Nayla sambil mengucek matanya.
“Engga mah, Nayla masih main boneka di ruang TV” ucap ayah
Nayla masih lantang.
“Boneka? Dewi? Semua boneka udah aku simpan di rak boneka,
gak mungkin Nayla nyampe untuk
mengambilnya yah!” jawab mamah Nayla terheran.
“hihihi” suara tawa kecil Nayla terdengar mensunyikan
keributan. Orangtua Nayla pun memutuskan untuk kembali menyuruh buah hatinya
kembali terlelap.
Ketika mereka membuka pintu secara perlahan, tiba tiba mereka
terkejut melihat Nayla menari, iya Nayla menari bersama boneka tersebut, boneka
tersebut menari, boneka tersebut hidup, iya hidup. Tanpa ada aba-aba mamah
Nayla seketika pingsan melihat kejadian tersebut, ayah Nayla yang Panik hanya
mampu berusaha menyadarkan istrinya yang pingsan dengan cara seadanya.
Mentari sudah cukup tinggi, orangtua Nayla masih termenung
tidak percaya dengan kejadian semalam, Mamah Nayla yang telah sadar dari
pingsannya hanya bisa menangis seadanya, ayah Nayla yang izin tidak bekerja
untuk hari ini hanya bisa terduduk menatap istrinya yang terus meneteskan
airmata, Nayla? Dia masih tengah asik bermain dengan Bonekanya yang sekarang
bernama Rina. Seakan kehabisan akal, dengan sigap orang tua Nayla membawa Nayla
dengan boneka kusamnya ke orang yang dipercaya dapat mengatasi masalah
tersebut. Kiayi di desa tersebut menjadi tujuan satu-satunya, setelah sampai di
rumah sang Kiayi ayah Nayla menceritakan semua kejadian yang telak mereka
lakukan, sang Kiayi pun menjawab semuanya dengan panjang lebar.
“Mitos memang terkadang konyol dan tidak masuk akal, namun
jika itu di langgar pun akibatnya bisa fatal, sebenarnya Nayla tidak akan
seperti ini jika kalian tidak melanggar mitos yang ada di desa ini. Yang
merasuki boneka milik Nayla tidak lain adalah Rina, tetangga kalian yang
meninggal, Rina hanya kesepian dan butuh teman main, namun ketika waktunya dia
pulang dan menghilang dari bumi, Rina menolaknya karena di sini dia memiliki teman
main yaitu Nayla, Rina terlalu takut jika ia meninggalkan dunia ia tidak akan
memiliki teman seperti Nayla, tidak akan ada yang mengajaknya bermain lagi.
Satu-satunya orang yang dapat membuat Rina meninggalkan dunia ini dengan tenang
hanyalah orangtua Rina. Namun sepertinya itu harus kita lakukan malam hari dan
Nayla harus bernyanyi” sang Kiayi menerangkan pajang dengan detail.
“Bernyanyi?” tanya ayah Nayla heran.
“Iya, Nayla sering menyanyikan lagu sunda yang menurut
kepercayaan juga lagu itu adalah lagu pemanggil mahluk halus anak anak di
sekitar”. Jelas sang Kiayi lagi.
----
Waktu menunjukan pukul 11.14 Malam,
tangisan tersedu sedu terdengar dari wanita paruhbaya yang tinggal di samping
rumah Nayla. Ibu dari Rina memeluk Nayla erat, penuh kasih sayang bagaikan
memeluk Rina, di tangan Nayla masih menggenggam erat boneka lusuhnya di tangan
kirinya. Orang tua Nayla yang sudah menceritakan semua kejadian yang mereka alami
yang ada hubungannya dengan Rina anak mereka, dan seketika tanpa ada aba-aba
“Abdi
teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna, kuabdi di
erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” sempurna sudah
Nayla menyanyikan lagu itu sangat pelan, sesempurna Boneka kusamnya menari d
hadapan kedua orangtua Nayla dan Rina “Rina” teriak Nayla girang ketika melihat
bonekanya menari.
“Ri… Ri… Ri… na… Rina” kata wanita
paruhbaya terpatah patah. “Nak, tenanglah kamu di alammu, sekarang bukan di
sini tempatmu, janganlah kamu takut tidak memiliki teman di sana, doa doa ibu
akan menemani selalu, ibu akan mengunjungi makammu setiap minggunya, Nak, ibu
sayang Rina” tetesan air mata yang membasahi pipi menyempurnakan kata kata yang
tersusun rapi itu. Namun boneka milik Nayla terus menari tak perdulikan
perkataan wanita paruhbaya tadi.
“Rina! dengarkan apa kata ibu mu!”
teriak Nayla menghentikan tarian boneka tersebut. “Aku tidak akan bermain lagi
denganmu jika kau tidak mendengarkan apa kata ibumu” entah Nayla belajar dari
mana melontarkan kata kata dewasa itu, yang jelas Nayla adalah anak yang pintar
meski usianya baru 6 tahun.
“Nak, jangan pernah merasa kesepian,
ibu akan selalu mengunjungimu setiap minggu di makammu, doa – doa ibu pun akan
menemanimu, maka jangan kamu merasa kesepian Rina” kata – kata lembut itu terlontar
lagi.
“Rina, aku akan ikut mengunjungimu
nanti dan kamu masih bisa berbain dengan ku walau kau turuti keinginan ibumu”
jawab Nayla kecil yang begitu dewasa, dan seketika boneka yang sejak tadi
berdiri memperhatikan Nayla jatus secara tiba-tiba, sekelebat cahaya terang
tiba tiba menyilaukan ruangan, seketika semua kembali Normal.
----
Keluarga Rina menapati janjinya,
setiap minggu sekali mereka mengunjungi makam Rina, begitu juga Nayla, Nayla
pun menepati janjinya mengunjungi makan Rina bersama keluarga Rina, dan
menepati janji untuk tetap bisa bermain bersama.
“Abdi
teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna, kuabdi di
erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” nyanyian Nayla
kecil di kamarnya dan langsung di sambut dengan tarian boneka kusam favoritnya
itu “Rina…” bisik pelan Nayla sambil tersenyum.
Kesepian bukanlah akhir segalanya,
masih ada makna di balik kesepian, masih ada hal yang akan menemanimu dalam
kesepian, maka jika kau merasakan kesepian bernyanyilah “Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka, teu kinteun saena sareng lucuna,
kuabdi di erokan, erokna sae pisan, cing mangga tingali boneka abdi” dan
tunggu bonekamu menari.
-------- end ---------